Kapan Kau Hadir Lagi


Terik matahari tak surutkan langkahmu
Deru hujan badai tak lunturkan azzammu
Raga kan terluka tak jadikannya linglu
Fatamorgana dunia tak silaukan pandangmu

Sebait syair Izzatul Islam ini mengingatkan saya pada sosok manusia yang nyaris sempurna. Kehidupannya yang bersahaja menjadikan doa dan nasehatnya terasa sejuk. Hati ini menjadi cerah jika disemai oleh nasehatnya soal hakikat manusia.

Doanya yang lembut seperti senandung surga yang dihembuskan ke dalam jiwa manusia yang haus akan ketenangan batin. Pernah suatu ketika sosok ini memimpin doa pada aksi solidaritas palestina di Monas beberapa tahun lalu.

Kata-kata ikhlas yang keluar darinya membuat hati-hati yang hadir saat itu berguncang dan menangis seperti sahabat ketika menangisi kepergian Rasulullah SAW. Betapa tidak, manusia yang memiliki peluang untuk menjadi orang serba kecukupan tapi hidup dalam kesederhanaan.

Rakhmat Abdullah, nama yang saya kenang ketika ia menyampaikan doa untuk saudara muslim di Palestina yang setiap hari dihujani peluru dari kaum Yahudi. Anggota dewan yang ia sandang tidak menjadikan silau mata dan hatinya.

Beliau memilih menggunakan bus kota ketika berangkat ke kantor DPR/MPR RI di senayan. Tak heran membuat penjaga pintu yang belum mengenalnya sering melarang ia masuk. Beberapa orang yang pernah memiliki pengalaman pribadi akan kesederahananya, seperti Mba Helvy, penulis dan pengurus Forum Lingkar Pena menceritakan. Saat ia mengundang Ust, Rakhmat Abdullah dalam acara FLP di Jogjakarta.

Mba Helvy menangis ketika melihat Rakhmat Abdullah datang tanpa seseorang yang mendampingi meskipun sebagi anggota dewan. Tak hanya itu, sang ustad datang dengan menggunakan bus layaknya masyarakat biasa. Bahkan, dalam kisahnya mba Helvy sudah memaklumi jika sang ustad tidak datang karena kesibukannya sebagai wakil rakyat.

Pada detik-detik acara, mba Helvy menyampaikan kepada peserta bahwa kemungkinan sang ustad tidak bisa datang dan dirinya bisa memaklumi. “Ketika itu saya tidak mau menghubungi beliau karena sudah membayangkan perjalanan dari Jakarta ke Jogja cukup jauh. Namun, mba Helvy dibuat merinding karena saat menyampaikan perihal ketidakdatangan sang ustad, ternyata sang ustad sudah duduk di kursi di antara peserta yang tidak mengetahui bahwa itu adalah Rakhmat Abdullah.

Kini, beliau telah berpulang ke pangkuan kekasihnya yaitu Allah SWT. Kapan kau datang lagi Ustad, kami rindu dengan semaian melalui nasehatmu. Kami butuh orang bersahaja sepertimu dan kami berharap ada penggantimu yang dihadirkan ke tengah-tengah kami.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Mengelola Ketidaksempurnaan

Apalagi yang tersisa dari ketampanan setelah ia dibagi habis oleh Nabi Yusuf dan Muhammad. Apalagi yang tersisa dari kecantikan setelah ia dibagi habis oleh Sarah, istri Nabi Ibrahim, dan Khadijah, istri Nabi Muhammad SAW? Apalagi yang tersisa dari pesona kebajikan setelah ia direbut oleh Ustman bin Affan? Apalagi yang tersisa dari kehalusan budi setelah ia direbut habis oleh Aisyah?

Oleh Anis Matta,Lc

Kita hanya berbagi pada sedikit yang tersisa dari pesona jiwa raga yang telah direguk habis oleh para nabi dan orang shalih terdahulu. Karena itu persoalan cinta selalu permanen begitu: jarang sekali pesona jiwa raga menyatu secara utuh dan sempurna dalam diri kita. Pilihan-pilihan kita, dengan begitu, selalu sulit. Ada lelaki ganteng atau perempuan cantik yang kurang berbudi. Sebaliknya, ada lelaki shaleh yang tidak menawan atau perempuan shalehah yang tidak cantik. Pesona kita selalu tunggal. Padahal cinta membutuhkan dua kaki untuk bisa berdiri dan berjalan dalam waktu yang lama. Maka tentang pesona fisik itu Imam Ghazali mengatakan: “Pilihlah istri yang cantik agar kamu tidak bosan.” Tapi tentang pesona jiwa itu Rasulullah SAW bersabda: “Tapi pilihlah calon istri yang taat beragama niscaya kamu pasti beruntung.”

Persoalan kita adalah ketidaksempurnaan. Seperti ketika dunia menyaksikan tragedi cinta Puteri Diana dan Pangeran Charles. Dua setengah milyar manusia menyaksikan pemakamannya di televisi. Semua sedih. Semua menangis. Puteri yang pernah menjadi trendsetter kecantikan dunia dekade 80-an itu rasanya terlalu cantik untuk disia-siakan oleh sang pangeran. Apalagi Camila Parker yang menjadi kekasih gelap sang pangeran saat itu, secara fisik sangat tidak sebanding dengan Diana. Tapi tidak ada yang secara obyektif mau bertanya ketika itu. Kenapa akhirnya Charles lebih memilih Camila, perempuan sederhana, tidak bisa dibilang cantik, dan lebih tua ketimbang Diana, gadis cantik berwajah boneka itu? Jawaban Charles mungkin memang terlalu sederhana. Tapi itu fakta, “Karena saya lebih bisa bicara dengan Camila.”

Kekuatan budi memang bertahan lebih lama. Tapi pesona fisik justru terkembang di tahun-tahun awal pernikahan. Karena itu ia menentukan. Begitu masa uji cinta selesai, biasanya lima sampai sepuluh tahun, kekuatan budi akhirnya yang menentukan sukses tidaknya sebuah hubungan jangka panjang. Dampak gelombang magnetik fisik berkurang Bukan karena kecantikan atau ketampanan berkurang. atau hilang bersama waktu.
Yang berkurang adalah pengaruhnya. Itu akibat sentuhan terus menerus yang mengurangi kesadaran emosi tentang gelombang magnetik tersebut.

Apa yang harus kita lakukan adalah mengelola ketidaksempurnaan melalui proses pembelajaran. Belajar adalah proses berubah secara konstan untuk menjadi lebih baik dan sempurna dari waktu ke waktu. Fisik mungkin tidak bisa dirubah. Tapi pesona fisik bukan hanya tampang. Ia lebih ditentukan oleh aura yang dibentuk dari gabungan antara kepribadian bawaan, pengetahuan dan pengalaman hidup. Ketiga hal itu biasanya termanifestasi pada garis-garis wajah, senyuman dan tatapan mata serta gerakan refleks tubuh kita. Itu yang menjelaskan mengapa sering ada lelaki yang tidak terlalu tampan tapi mempesona banyak wanita. Begitu juga sebaliknya.

Itu jalan tengah yang bisa ditempuh semua orang sebagai pecinta pembelajar. Karena pengetahuan dan pengalaman adalah perolehan hidup yang membuat kita tampak matang. Dan kematangan itu pesonanya. Sebab, setiap kali pengetahuan kita bertambah, kata Malik bin Nabi, wajah kita akan tampak lebih baik dan bercahaya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Menimbang Privatisasi Krakatau Steel

Dapat disimpulkan, industri baja nasional membutuhkan investasi baru. Namun, tidak serta merta dengan menjual kepemilikan mayoritas KS kepada investor asing. Posisi KS sebagai pabrik baja yang strategis di ASEAN tetap perlu dipertahankan oleh pemerintah. Potensi terjadinya perpindahan monopoli pemerintah ke monopoli swasta yang lebih berbahaya juga perlu diantisipasi.

Oleh DR.Zulkifliemansyah PHd

Salah satu kelemahan tim ekonomi SBY-JK adalah kurangnya perhatian terhadap perusahaan dan industri sebagai kunci pemulihan ekonomi dan teknologi. Terlalu sering diskursus publik di bidang ekonomi disederhanakan sebatas persoalan nilai tukar, isu-isu yang menyangkut perpajakan, ketersediaan modal, dan berbagai indikator makroekonomi lainnya.

Walaupun pemerintah berhasil mempertahankan dan memperbaiki kinerja ekonomi makro, ekonomi nasional tetap ringkih terhadap gejolak eksternal. Di sisi pengembangan teknologi, persoalannya masih berkutat primitif terhadap miskinnya kontribusi lembaga riset, kurangnya dana riset, serta kaburnya peneliti ke negara lain.

Akar masalah dalam memperkuat struktur industri tak pernah tersentuh dengan baik. Kebijakan menyangkut perusahaan dan industri terkesan tergopoh-gopoh, tak punya gambaran besar dan tak memahami leverage point yang benar untuk memulai penataan.

Kebijakannya tak sistemik dan berjangka panjang. Contohnya dalam memaknai kehadiran PT Krakatau Steel (KS). KS yang semestinya menjadi aktor kunci dalam membangun daya saing industri nasional, kalau tak hati-hati akan segera dikuasai asing. Bila ini terjadi, kita akan gigit jari dalam waktu sangat panjang karena ketergantungan, kehilangan kemandirian, dan mandul dalam berbagai inovasi teknologi.

Menguasai KS akan membuka kesempatan menguasai industri nasional dan ekonomi nasional. Karenanya, kebijakan tentang KS mestinya dimaknai dalam konteks ini dan disikapi pemerintah dengan sangat hati-hati.

Pemerintah harus berpikir ulang dengan keputusan akan menjual KS kepada peminatnya, yaitu Arcelor Mittal, Tata Steel, dan Blue Scope. Bisa jadi, bila keputusan ini diambil, pemerintah akan mengulangi kesalahan seperti pada episode privatisasi BUMN strategis sebelumnya.

Dulu BUMN dijual murah dan merugikan pemerintah selaku pemegang saham mayoritas. Aset dinilai sangat rendah. Tengoklah apa yang terjadi dalam pelepasan JICT anak perusahaan Pelindo III (1998), Semen Gresik (1998), dan Indosat (2002). BUMN yang diprivatisasikan ternyata mengalami lonjakan nilai aset yang kemudian dapat digunakan untuk me-leverage pendapatan BUMN tersebut berkali-kali lipat.

Alasan penolakan
Menjual KS tak haram. Meskipun pada 2007 membukukan laba, kinerjanya belum terlalu solid. Pada 2006 merugi Rp 135 miliar. Indonesia masih mengimpor baja sehingga memang membutuhkan investasi baru untuk meningkatkan kapasitas produksi baja nasional. Dari sinilah kemudian dapat dilihat KS membutuhkan suntikan modal, sementara industri baja membutuhkan investasi baru untuk menutupi kekurangan pasokan baja secara nasional.

Meski demikian, tak berarti harus mendivestasikan KS kepada perusahaan asing. Kenapa? Pertama, kalau kita bicara strategi pengembangan industri, keberhasilan industri baja juga memiliki ketergantungan pada keberpihakan regulasi pemerintah terhadap industri baja domestik.

Di Cina misalnya, dalam rangka mengonsolidasikan industri bajanya, pemerintah memberikan insentif berupa transfers of ownership yang memungkinkan bagi produsen baja mengakuisisi fasilitas baru dan ekspansi produksi pada harga yang lebih rendah atau bahkan tanpa biaya. Karena beragamnya insentif, tidak mengherankan harga baja Cina menjadi lebih murah.

Di Indonesia, relatif murahnya harga baja Cina ini selain karena industri baja di negara asal sarat dengan insentif, hambatan perdagangan bagi masuknya produk baja luar negeri ke Indonesia juga relatif kecil. Penerapan standar mutu bagi produk baja dari luar negeri melalui penerapan SNI juga belum secara efektif. Mudahnya produk baja luar negeri masuk, industri baja domestik banyak yang bangkrut karena kalah bersaing dengan produk serupa dari negara lain, khususnya dari Cina.

Kedua, kedudukan KS dalam struktur industri baja nasional monopolistis karena statusnya sebagai pemegang pangsa pasar terbesar dalam pasar baja nasional. Masuknya perusahaan multinasional asing untuk mengakuisisi KS secara mayoritas berpotensi memindahkan monopoli pemerintah kepada monopoli swasta. Mengingat beberapa perusahaan yang berminat mengakuisisi KS menjadi pesaing, bila akuisisi terjadi maka akan semakin mengokohkan praktik monopoli dalam industri baja nasional.

Ketiga, kondisi kesehatan keuangan dan operasional KS belum solid betul meskipun pada 2007 membukukan laba bersih. Bila KS dijual dalam kondisi yang kurang bagus, hasil penjualannya menjadi tidak optimal. Terlebih lagi, kondisi pasar modal sedang tidak menguntungkan.

Keempat, keputusan yang buru-buru berpotensi mengabaikan proses due diligence (penilaian kondisi perusahaan secara menyeluruh), sebagaimana layaknya yang terjadi dalam proses penjualan perusahaan pada umumnya, berpeluang besar pada penilaian aset perusahaan secara under valued yang merugikan negara.

Kelima, keputusan divestasi terburu-buru sangat dikhawatirkan prosesnya menjadi tidak transparan. Keputusan terburu-buru dalam proses divestasi KS membuat pemerintah tidak memiliki waktu cukup untuk meninjau ulang proposal bisnisnya dalam memilih mitra yang tepat dan memiliki komitmen yang kuat bagi pengembangan bisnis KS. Padahal, bila kebijakan divestasi secara strategic sales dilakukan, pemilihan mitra yang tepat memegang peranan yang strategis dalam menentukan sukses tidaknya perjalanan perusahaan pascadivestasi.

Fakta di luar menunjukkan kasus akuisisi baja di tempat lain sekitar 70 persen failed karena masalah incompatible motive, incompatible culture, over-promising, cheating, minimum commitment on development, dan sebagainya. Di Indonesia masalah kesalahan dalam memilih mitra juga telah terjadi, seperti kasus penjualan saham Semen Gresik kepada Cemex Meksiko pada 1998.

Itu merugikan posisi Indonesia sebagai pemegang saham mayoritas. Kita tidak boleh mengulang kesalahan serupa. Keenam, KS membutuhkan harga yang dapat dijadikan sebagai patokan untuk menentukan nilai sesungguhnya. Belum ada perusahaan sejenis di Indonesia yang dapat dijadikan sebagai benchmark untuk menentukan nilai jual KS. Selayaknya KS menempuh langkah IPO terlebih dahulu dan menunggu sampai terbentuknya nilai kapitalisasi pasar yang sesungguhnya sebelum diputuskan dijual.

Rekomendasi
Dapat disimpulkan, industri baja nasional membutuhkan investasi baru. Namun, tidak serta merta dengan menjual kepemilikan mayoritas KS kepada investor asing.

Posisi KS sebagai pabrik baja yang strategis di ASEAN tetap perlu dipertahankan oleh pemerintah. Potensi terjadinya perpindahan monopoli pemerintah ke monopoli swasta yang lebih berbahaya juga perlu diantisipasi.

Keputusan memprivatisasikan KS melalui strategic sales langkah tidak tepat. Ada juga ide dengan IPO. Solusi ini bagus, tetapi waktunya kurang tepat karena kondisi pasar modal kurang bagus serta KS belum terlalu solid. Dikhawatirkan hasil IPO yang diperoleh tidak maksimal.

KS lebih tepat direstrukturisasi terlebih dahulu. Misalnya, unit-unit bisnis KS yang bukan core dan merugi perlu di-spin off. Setelah kinerja KS solid, langkah IPO dapat diterapkan. IPO penting paling tidak untuk menentukan nilai kapitalisasi pasar yang sesungguhnya. Ketika akan didivestasikan secara strategic sales, pemerintah dapat memperoleh harga yang sewajarnya. Bila divestasi secara strategic sales dilakukan saat ini karena diburu oleh waktu, bisa mengulang episode privatisasi BUMN secara murah.

Terhadap Mittal perlu dibuka seluas-luasnya untuk masuk mengembangkan investasinya di sektor baja di Indonesia. Mittal, misalnya, dapat diarahkan berinvestasi di sektor pertambangan bijih besi untuk mengembangkan industri hulu baja.

Mittal juga dapat diarahkan memperkuat industri hilir dengan mendirikan pabrik pengolahan besi beton (long product). Untuk menarik investor selevel Mittal ke Indonesia, sejumlah hambatan regulasi di sektor investasi baja perlu dibenahi. Langkah inilah yang lebih tepat untuk mengatasi berbagai problem di industri baja nasional dibandingkan menjual KS ke investor strategis.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Manfaatkan Limbah Untuk Biaya Sekolah

Bau busuk menyengat, ribuan lalat beterbangan, tidak dihiraukan para pemulung beberapa anak usia sekolah dasar (SD) di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPSA) Cilowong di Desa Cilowong, Kecamatan Taktakan.


KARNOTO - Taktakan


Hampir seharian, Jumat (21/9), saya berada di TPSA Cilowong. Di antara pemulung berusia dewasa, puluhan anak juga berlomba mengais rejeki dengan memanfaatkan barang-barang yang mempunyai nilai jual seperti, alumunium dan kertas yang terselip di antara tumpukan sampah.

Dari keterangan pemulung berusia sekolah dasar itu, aktivitas mereka dipicu oleh himpitan ekonomi orangtuanya. Anak-anak yang seharusnya menikmati masa kecilnya itu dipaksa menjadi pemulung untuk membiayai sekolahnya.

Salah satu pemulung, Damiri, Kelas VI SDN Kubang asal Kampung Cikoak mengaku, aktivitasnya menjadi pemulung di TPSA Cilowong sudah dilakoninya sejak usianya masih tujuh tahun. “Orangtua sudah tidak mampu membiayai sekolah. Makanya, sepulang sekolah saya ke sini untuk nyari barang yang bisa dijual,” tutur anak berusia 12 tahun ini.

Dari pekerjaannya, Damiri mengaku dapat mengumpulkan barang sisa limbah rumah tangga sebanyak 3 kilogram yang dapat diuangkan sekitar Rp 5.000 sampai Rp 10.000. “Kalau lagi liburan sekolah, bisa dapat Rp 30.000 karena waktunya lebih lama,” katanya.
Dari hasilnya memulung barang-barang bekas, selain untuk biaya sekolah anak-anak itu juga menyisihkan sebagian hasil keringatnya untuk mencukupi kebutuhannya sendiri. Jika masih ada diserahkanpada orangtuanya.

Ratih, pemulung lainnya mengatakan, pencarian barang bekas di antara tumpukan sampah biasa dilakukan mulai pukul 13.00 hingga pukul 17.00. “Sebelum kita jual ke penampung, kita pilih jenis sampah yang masih bisa dipakai untuk disimpan,” ujar Ratih yang juga masih berstatus sebagai siswa di sebuah SD. (Radar Banten, Sabtu, 22 September 2007).****

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS