Kemampuan Harus Dipaksa


Keinginan menjadi orang baik ataupun menjadi orang sukses terkadang harus dipaksa. Tak heran banyak orangtua yang tidak sanggup mendidik anaknya menjadi orang besar, lantaran tidak mau memaksa anaknya untuk jadi orang besar.


Oleh Abu Hazimah Ayu Fadia


Dalam acara presiden pilihan di TvOne, Rabu, 20 Mei 2009 pukul 20.00 WIB, Muhammad Jusuf Kalla, bangsawan dari Bugis sekaligus Wakil Presiden Republik Indonesia yang mencalonkan menjadi Presiden 2009-2014, mengatakan, bahwa sesungguhnya bangsa Indonesia mampu mengelola negara ini dengan baik dan tidak mesti menunggu campur tangan orang asing.

“Kita ini mampu tapi kemampuan ini harus kita paksa, karena kita sudah lama ditidurkan,” kata JK dengan ekspresi wajah yang serius. Pada acara yang audiensinya adalah para pengusaha, JK juga sempat mengkritik pengusaha yang masih menggunakan produk luar negeri.

“Bangsa ini akan maju manakala kata dan perbuatan sejalan dan seirama,” kata JK yang disambut tepuk tangan audiens. Kalau melihat pernyataan JK kita semua sepakat, karena di lapangan banyak kita temukan fakta tersebut.

Pernyataan JK ini bisa kita tarik dalam konteks keluarga (jangan main tarik aja nih). Maksud saya begini, memberikan pendidikan kemandirian kepada anak pun terkadang harus ada “pemaksaan” supaya si anak menjadi terbiasa. Pemaksaan kemampuan ini akan menjadi pelajaran yang membekas kepada anak ketika dewasa nanti.

Beberapa kali saya mendengar kisah orang-orang besar saat mereka masih kecil yang ternyata pemaksaan saat kecil masih teringat dan justru itulah yang membuat mereka sukses. Sebut saja Hidayat Nurwahid, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI) periode 2004-2009. Dalam sebuah acara di salah satu media, Hidayat menceritakan masa kecilnya yang diajarkan kedisiplinan oleh orangtuanya terutama soal shalat.

Pola pembelajaran seperti ini juga bisa kita terapkan dalam kehidupan keluarga. Sebagaimana dikatakan oleh JK bahwa sesungguhnya bangsa Indonesia memiliki kemampuan yang luar biasa, tapi semua itu harus dipaksa karena bangsa kita lama ditidurkan oleh kemalasan.

Pemaksaan dalam konteks ini jangan diartikan dengan kekerasan seperti yang kita lihat dalam dunia militer. Pemaksaan disini maksudnya adalah memaksa untuk disiplin dalam segala hal, memaksa untuk menjadi orang baik, memaksa supaya hidup kita sukses. Nah, kalau disiplin ataupun kebaikan sudah menjadi kebiasaan anak sejak kecil maka Insya Allah si anak akan terbiasa dengan kedisiplinan dan kebaikan. Artinya kita sebagai orangtua sudah menanamkan benih kebaikan bagi si anak. ***

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Orang Indonesia Kreatif Kok


Pada dasarnya orang Indonesia itu kreatif, karena memang kondisinya yang memaksa untuk kreatif. Negara kita heterogen dan memiliki budaya, bahasa dan adat beragam wajar kalau kita menjadi kreatif.


Oleh Abu Hazimah Ayu Fadia


Kalimat di atas adalah jawaban Leo seorang designer furniture Internasional yang sukses memasarkan hasil designnya ke beberapa mancanegara, seperti Eropa, Amerika, Australia, dan Asia, ketika ditanya oleh Andy F Noya pada acara Kick Andy edisi Jumat, 8 Mei 2009, sekitar pukul 22.00 WIB.

Jujur saya tersentak mendengar jawaban pria berkacamata ini. Maklum selama ini kita hanya mendengarkan dan melihat kabar miring seputar nasib bangsa ini yang lebih banyak negatifnya. Masalah deportasi TKI di Malaysia, seorang anak yang terpaksa bunuh diri karena tidak bisa membayar iuran sekolah, penanganan kasus korupsi yang lambat, PHK besar-besaran, seorang ibu yang membunuh bayi karena sudah tidak mampu memberikannya makan dan masalah-masalah lainnya, yang cenderung negatif dan membuat kita tidak percaya diri.

Jawaban Leo ini seolah angin segar yang datang di tengah kemarau panjang. Pada kesempatan itu pula, Leo juga membeberkan strategi marketingnya sehingga menjadi produk unggulan yang mendunia. Pria berkulit putin menyebutkan beberapa strateginya diantaranya memasarkan produknya ke luar negeri terlebih dahulu sebelum dipasarkan di dalam negeri. Loh kok bisa begitu?, tentu saja ini membuat penasaran kita. Menurut Leo yang saat itu membawa kursi hasil designernya, terkadang kita membutuhkan pengakuan dari Internasional terlebih dahulu sebelum di pasarkan ke dalam negeri, karena biasanya orang Indonesia akan tertarik dengan suatu produk manakala produk tersebut sudah diminati di luar negeri.

Apapun strateginya yang dipakai Leo, namun yang pasti pernyataan Le, perlu mendapat apresiasi dan tanggapan yang positif dari bangsa Indonesia. Yah, paling tidak menjadi semangat kita sebagai rakyat Indonesia untuk memulihkan kepercayaan diri bangsa ini, yang lama terpuruk. “Apakah kita bisa bersaing dengan luar negeri?” tanya Andy untuk kesekian kalinya kepada Leo yang kemudian dijawab dengan jawaban singkat yaitu bisa.

Jawaban Leo ini dimantapkan dengan hadirnya Bambang Widyatmoko pada acara tersebut. Bambang adalah seorang peneliti yang berhasil mematenkan 30 penemuannya di negara Jepang setelah belajar di negara sakura selama kurang lebih 13 tahun lamanya. Salah satu penemuan pria yang rambutnya sudah beruban ini adalah alat pencacah sinar laser.

Kini, Bambang kembali ke tanah air dan menjadi peneliti di Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) Jakarta, karena panggilan jiwa dan cita-cita ingin menularkan hasil temuannya tersebut. “Menyesal sih ada ketika kembali ke Indonesia, tapi saya ini kan disekolahkan oleh negara maka harus membangun negara sendiri,” kata Bambang ketika ditanya oleh Andy apakah tidak menyesal kembali ke Indonesia dengan gaji yang minim.

Maklum, di negara Jepang sendiri Bambang sudah memiliki perusahaan dengan omset yang luar biasa. Dukungan Jepang terhadap para peneliti membuat Bambang dan tentunya kita kagum serta bertanya, kapan Indonesia seperti Jepang.

Melihat dua orang yang tampil di Kick Andy itu, saya bertambah yakin dengan penegasan Leo bahwa orang Indonesia pada dasarnya kreatif. Cerita dua orang kreatif ini juga menjadi insipirasi saya untuk membuat tulisan ini, harapannya agar orang lain mengetahui dan memiliki semangat dan kepercayaan diri yang sama seperti dua orang di atas.

Selain itu, penampilan Leo dan Bambang menjadi inspirasi saya dan istri untuk memikirkan masa depan anak saya termasuk anak-anak Indonesia. Walaupun setelah saya membaca buku tentang biografi ilmuwan musim, sebetulnya orang-orang seperti Leo dan Bambang bukanlah sesuatu yang aneh dan baru bagi umat muslim, karena jaman dahulu para ilmuwan muslim juga sudah berhasil melakukan penelitan. Sebut saja Al-Khawarizmy, Al-Jabar dan Ibnu Sina, mereka adalah ilmuwan pada jamannya.

Kalau kita sudah membaca biografi peneliti muslim, rasanya ada sesuatu yang aneh dalam diri kita karena tidak mampu meniru yang baik dari para pendahulu (Ayolah mulai sekarang memikirkan masalah ini paling tidak untuk anak-anak kita).

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Dunia Anak Kita Berbeda


Rata Penuh

Membaca koran Kompas edisi Rabu, 20 Mei 2009 tentang si Gordon yang mampu beroperasi, tanpa harus menggunakan pengendali jarak jauh (remote control) termasuk komputerisasi, dahi saya mengkerut dan termenung sesaat. Saat itu juga saya dan istri saling bertanya tentang jaman yang akan dihadapi oleh anak kami beberapa tahun mendatang.



Oleh Abu Hazimah Ayu Fadia



Saudara tahu siapa si Gordon?, Gordon adalah sebuah robot yang mampu beroperasi dengan otak seperti layaknya manusia. Robot ini dibuat oleh tim dari University of Reading di Inggris. Menurut Kevin Warwick dari School of System Engenering, penemuan ini akan berdampak besar terhadap dunia pengobatan dan sains.

Selain si Gordon, dalam tulisan tersebut juga dibeberkan temuan robot lainnya diantaranya robot militer penjinak bom, robot untuk keperluan rumah tangga. Menurut laporan dari Komisi Ekonomi PBB untuk Eropa dan Federasi Robot Internasional (UN Economic Comission for Europa and the Internasional Federation of Robotics-UNECE), memperkirakan jika tahun 2007 ada 4,1 juta robot rumah tangga dipekerjakan.

Ulasan berita di Kompas ini menjadi renungan dan mengingatkan saya dan istri bahwa dunia anak kita akan berbeda. Apalagi perkembangan dunia sians, teknologi dan informasi begitu kencang derasnya dan tidak mungkin kita cegah. Lalu apa yang mesti kita lakukan supaya anak-anak siap dalam menghadapi perkembangan teknologi, informasi dan sains.

Sebetulnya bagi kita yang beragama Islam sudah diberikan wejangan dari Allah SWT melalui Al-Quran dan Rasulullah Saw. Rasulullah dalam hadistnya mengingatkan kita dengan nasehat yang bijak dan visioner. “Didiklah anak-anakmu sesuai dengan jamannya,” demikian hadist Rasulullah yang sarat dengan makna.

Hadist ini cukup uptade jika dikaitkan dengan perkembangan dunia saat ini. Sinyal yang diberikan rasulullah ini mesti menjadi renungan dan harus diingat oleh keluarga muslim Indonesia setiap saat. Perkembangan dunia informatika dan komunikasi sudah memberkan efek kepada anak-anak. Bahkan, menurut sejumlah pakar anak kekerasan yang dilakukan anak saat ini bukan saja berupa fisik, melainkan sudah dalam bentuk mental. Beberapa contoh diantaranya, siswa jaman sekarang sudah bisa menyebarkan gambar-gambar porno melalui handponenya, permainan game online yang terkadang mengabaikan aktivitas membaca buku, dana masih banyak lagi efek negative dari dunia ini yang mesti jadi perhatian.

Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan kepada anak supaya tidak kewalahan menghadapi dunia masa depan. Pertama, dekatkan si kecil dengan aktivitas keilmuan seperti membaca Al-Quran, menghadiri pengajian, seminar, talkshow ataupun silaturahim dengan seorang yang berilmu. Kita juga harus rajin mengajak si kecil untuk rekreasi di taman buku atau perpustakaan atau jalan-jalan ke toko buku. Kegiatan ini juga tak lain agar si kecil terbiasa dengan buku karena dari sinilah otak dan pikiran si kecil akan terbuka.

Untuk secara detilnya, saya menyarankan agar anda sebagai orangtua rajin membaca buku-buku yang membahas bagaimana mendidik anak sesuai dengan tahapan usianya. Ini pentinga supaya si kecil mampu menerima dengan baik. Selamat berjuang menyiapkan generasi yang tangguh dan bermental robbani. ***

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ayo Berlomba Kebaikan


Menjelang pemilihan presiden Juli 2009, ada sebuah kata yang menjadi perdebatan di kalangan politisi negeri ini. “Lebih cepat lebih baik”, demikian moto Jusuf Kalla yang berpasangan dengan Wiranto dan menaikan suhu perpolitikan.


Oleh Abu Hazimah Ayu Fadi


Moto inilah yang kemudian ditanggapi oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan menyatakan moto tersebut takabur. “Janganlah mengatakan saya ini lebih benar, lebih cepat atau lebih baik karena itu takabur namanya,” demikian tanggapan SBY dalam acara syukuran kemenangan Partai Demokrat di kediaman SBY di Cikeas, Bogor, Jawa Barat.

Komentar SBY ini pun dibalas oleh JK dalam sebuah pertemuan dengan Ketua Umum Muhammadiyah, Din Syamsudin di Kantor Muhammadiyah Pusat, Jakarta. “Lebih cepat lebih baik itu sama dengan moto Muhammadiyah yaitu fastabihul khoirat, yang artinya berlomba-lomba dalam kebaikan, jadi bukan takabur,” kata JK.

Melihat perdebatan ini saya tergelitik untuk menulis soal berlomba-lomba kebaikan, tapi dalam konteks lingkungan keluarga karena di sinilah kemajuan negara bisa dilihat. Jika keluarga Indonesia sehat, damai, bahagia, sejahtera dan memiliki semangat berlomba-lomba dalam kebaikan maka efeknya juga akan berujung kepada nasib bangsa.

Nuansa kompetisi dalam keluarga menurut hemat saya juga perlu diciptakan, tujuannya agar anak-anak kita terbiasa dengan semangat kompetisi kebaikan. Semangat kompetisi ini penting ditanamkan kepada anak sejak dini.

Jika semangat kompetisi ini jadi kebiasaan di dalam keluarga, maka anak kita akan melakukan hal yang sama di luar rumah seperti di sekolah ataupun kantor. Sebagai salah satu contoh yang biasa kami lakukan adalah kompetisi mandi pagi.

Istri saya sering menyindir ketika ada salah satu anggota keluarga yang terlambat mandi atau bangun pagi. “Wah Abi kelewat sama Fadia yang sudah mandi pagi-pagi,” kata istri kepada saya saat Fadia lebih awal dimandi.

Ketika itu Fadia, anak pertama saya masih usia 8 bulan. Begitu juga saat saya berhasil menyelesaikan pekerjaan rumah dengan baik dan lebih cepat, maka saya akan mengatakan dengan bangga kepada istri dan anak saya tentang keberhasilan tersebut.

Kebiasaan kompetisi ini masih sering kita lakukan di dalam keluarga sampai saat ini. Meski terlihat sederhana tapi efek untuk si kecil cukup berarti terutama bagi perkembangan otak, fisik dan emosionalnya. ***

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Arti Buku untuk Si Kecil


Mengenalkan buku kepada anak harus mulai dilakukan sejak dini. Tujuannya adalah agar si kecil akrab dengan buku ketika dewasa nanti, yang di ujung-ujungnya adalah si kecil menjadi anak yang rajin membaca dan memiliki wawasan yang luas.


Oleh Umi Ayu Fadia


Menurut Faudzil Adhim dalam bukunya “membuat anak gila membaca”, mananamkan kebiasaan membaca pada anak sudah bisa ditanamkan sejak anak baru bisa melihat. Mengetahui hal ini, saya dan suami mencoba mendekatkaan anak kami bahan bacaan, seperti buku, koran dan majalah. Tak lain tujuan kami adalah untuk menanamkan kebiasaan terhadap bahan bacaan sejak dini.

Proses demi proses pengenalan buku pun berjalan secara alamiah. Waktu yang sering kita gunakan untuk mengenalkan anak kita dengan buku biasanya tidak mengenal waktu, tergantung kondisi kenyamanan si anak. Seiring berjalannya waktu tanpa kami duga diusianya yang ke-10 bulan, ada sebuah kemampuan yang mencolok jika dibandingkan dengan teman-teman susianya.

Para ahli biasa menyebutnya dengan istilah kemampuan motorik halus yaitu kemampuan anak pada gerakan-gerakan kecil dan detil seperti meremas, menjimpit dan memungut.

Selain itu, pada usia tersebut anak kami sudah lincah membuka-buka halaman buku yang menurut ukuran anak seusianya tidak mungkin dilakukan, mengingat lembar kertasnya sangat tipis dan licin.

Jika sebelumnya si kecil suka menyobek k kertas, tapi sekarang kebiasaan itu sudah tidak dilakukan lagi. Kini, si kecil sudah mampu membuka dan menunjuk apa yang menurutnya menarik. Selain mempercepat kemampuan motorik halus, ternyata buku juga dapat membantu anak menjaga keseimbangan sehingga si kecil cepat berjalan di usinya yang ke-11 tahun meski belum sempurna.

Pengamatan sederhana kami, kebiasaan si kecil menenteng buku yang sampulnya hard cover yang bobotnya tentu berat jika dibandingkan dengan usai si kecil yang baru 11 tahun.

Awalnya kami khawatir jika buku tersebut akan “menyakitinya” karena terlalu berat. Tapi ternyata itu justru membantunya dalam ketrampilan keseimbangan fisiknya atau lebih dikenal dengan sebutan motorik kasar.

Karena keseimbangan tubuhnya cukup bagus, pada usia satu tahun anak kami sudah cukup lincah mengikuti gerakan senam seperti merentangkan tangan dengan membuat gerakan buka tutup sekaligus melangkahkan kakinya. Bahkan kadang sambil melakukan gerakan berkeliling melingkar meskipun kadang beresiko jatuh, tapi itu jarang. Sikecil juga sudah bisa menendang bola dengan cukup terarah.

Dari sekian kemajuan aktifitas fisiknya, yang semakin terus ingin bergerak. Hal tersebut tidak mengurangi kegemarannya terhadap buku. Mungkin inilah efek dari pengenalan buku kepada si kecil saat usianya masih 5 bulan. **

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Dunia Bukan Selembar Daun

Pada sebuah acara di salah satu televisi swasta sekitar Maret 2009, Syafei Antonio seorang pakar perekonomian syariah keturunan Tionghoa menyampaikan sebuah ilustrasi dan fakta yang menakjubkan tentang efek positif penerapan perbankan syariah di sejumlah negara.

Dalam acara itu, Syafei menceritakan pengalamannya ketika berkunjung ke Amerika Serikat, Jerman, Malaysia dan Eropa, yang intinya di negara-negara tersebut ternyata lebih awal menerapkan konsep syariah daripada Indonesia. Penjelasan Syafei yang disampaikan dengan tenang, lugas dan jelas membuat saya kagum sekaligus jadi inspirasi bahwa umat muslim memang harus memiliki pergaulan yang luas sehingga syiar Islam lebih menggema di seantaro dunia.


Seyogyanya memang kita sebagai orangtua mampu mengenalkan dunia kepada anak-anak sejak usianya dini. Ini penting untuk merangsang imajinasi positif anak sehingga akan menjadi perangsang otak anak untuk menatap dan memiliki cita-cita yang luas. Apalagi daya rekam otak anak masih cukup kuat untuk menerima gambar dari luar dirinya. Terlalu sayang rasanya, jika potensi anak itu dilewatkan tanpa ada upaya yang berarti apapun apalagi sampai dijejali dengan umpan yang negatif.


Lalu bagaimana cara memulai supaya anak kita kelak menjadi pribadi yang memiliki wawasan luas?. Beberapa cara sederhana bisa kita lakukan kepada anak kita, diantaranya mengenalkan anak dengan buku, majalah dan koran. Loh kok larinya sampai ke buku segala, apa hubungannya dengan pergaulan dan wawasan luas?. Eit, jangan ambil kesimpulan dahulu sebelum membaca penjelasan berikut ini.

Buku atau bahan bacaan lainnya adalah sarana yang efektif untuk memberikan pengetahuan kepada anak, karena dengan membaca kita bisa mengetahui Amerika, Jepang ataupun Jerman, tanpa harus berkunjung ke negara ini. Yah, syukur-syukur sih kita bisa datang langsung, tapi bagi keluarga seperti kita yang ekonominya pas-pasan membaca bisa jadi alternatif.


Aktivitas membaca kedengarannya sesuatu yang sepele tapi kalau tidak dibiasakan maka aktivitas ini akan sulit dilakukan. Apalagi lingkungan dimana kita hidup tidak mendukungnya, wah kalau ini yang terjadi maka hampir dipastikan membaca jadi persoalan serius.

Kalau melihat dampak positif membaca rasanya tidak berlebihan pepatah yang mengatakan bahwa buku adalah jendela dunia. Kalau dihayati dengan hati bersih dan kejujuran pepatah ini tak terbantahkan, karena sejumlah fakta ada di depan mata kita. Atas kesadaran ini pula saya selalu mengenalkan anak pertama saya Hazimah Ayu Fadia dengan buku, majalah termasuk koran.

Bahkan setiap pagi usai mandi, Fadia selalu kita biarkan mengacak-acak koran harian Radar Banten dan Kompas yang menjadi langganan saya sejak tahun 2008. Dalam perspektif saya dan istri, kegiatan ini paling tidak mengenalkan Fadia yang ketika tulisan ini dibuat baru usia 8 bulan, untuk mengenalkan kertas koran.

Tak hanya koran yang diacak-acak Fadia, buku yang ada di lemari pun di adul-adul (baca; acak-acak) dan diturunkan ke lantai sehingga jadi berantakan. Kegiatan ini pun tak kami larang dengan harapan Fadia terbiasa dan bisa akrab dengan buku.

Loh.. kok jadi kemana-mana nih?. He.he maaf, contoh anak saya ini hanya menguatkan sekaligus pembuktian bahwa apa yang saya tulis juga sudah dilakukan. Nanti kalau tidak dilakukan saya dikatakan orang yang hanya bisa teori.

Kembali ke masalah keluasan wawasan dan pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang muslim, saya jadi teringat penjelasan Ustad Samson Rahman, penerjemah buku La Tahzan, saat menjadi pembicara pada acara pesantren wisata Ramadhan pada tahun 2006 lalu. Menurut Ustad Samson, seorang muslim diwajibkan melakukan perjalanan atau istilah sekarang sering disebut dengan traveling. “Dengan melakukan perjalanan maka kita akan memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas,” kata Ustad yang berdomisli di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten ini.

Tuh, ustad saja mengajurkan kita untuk berwisata dengan catatan tetap memperhatikan beberapa aspek dan tidak melanggar syariat. Ayu buruan yang punya duit segera menyusun rencana wisata keluarga (sebetulnya sih tidak perlu nunggu punya duit, boleh kok nebeng kalau tidak malu, he..he).

Sebelum mengakhiri tulisan ini saya ingin mengingatkan masa keemasan, yang pernah dikuasai oleh peradaban Islam beberapa puluh tahun lalu. Ketika itu peradaban Islam menjadi referensi dunia, Amerika saat itu belum menjadi negara seperti sekarang ini.

Nah, fakta ini bisa kita ketahui jika kita rajin membaca makanya ayo kita rebut kembali peradaban Islam, yang mengkilap dan bersinar supaya dunia mengetahui bahwa Islam adalah satu-satunya konsep yang sesuai dengan fitrah manusia. Kebenaran bagi seorang muslim ibarat barang milik kita yang hilang, untuk itu kita harus mengambilnya ketika barang tersebut sudah ada di depan mata (kalimat ini nyambung ga yah, disambungin aja kali ya).

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS