Ini sepenggal kisah dua anak pemulung yang memiliki kemauan keras agar bisa kuliah di perguruan tinggi. Keduanya menjadi istimewa karena tumbuh di lingkungan yang sederhana dan keras, yakni Terminal
Dengan segala cara dua anak dari Bengkulu dan Gorontalo ini akhirnya bisa duduk di bangku Jurusan Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Budaya Universitas
M Ayatulloh Komeni alias Ayat (19) lahir di Bengkulu, 16 Juni 1989. Ia anak pertama dari tiga bersaudara buah perkawinan Bambang Hermanto dan Ely. Kedua orangtuanya adalah petani sederhana. Dua adiknya, Della Anggraini dan Anggi Kurniawan, bersama orangtua. Ayat menyelesaikan sekolah dasar di SDN 23 Manna, Bengkulu. Lulus SD, ia sekolah di SMPN 1 Manna. Setelah lulus tahun 2004, Ayat memilih pergi meninggalkan kampung halaman.
”Orangtua tidak punya duit untuk sekolah saya. Sementara saya ingin sekolah terus. Akhirnya saya pergi ke Depok karena di sini ada saudara,” kata Ayat saat ditemui di Terminal Depok, Selasa (19/8) petang.
Berbekal ijazah, pakaian, dan uang Rp 200.000, Ayat naik bus menuju Depok. Setiba di terminal Ayat tidur di salah satu rumah tempat belajar yang dikelola Yayasan Insan Bina Mandiri pimpinan Nurohim. Yayasan ini memang bergerak di bidang pendidikan untuk anak-anak jalanan. Lokasi yayasan berada di Terminal Depok.
Memilih tinggal di yayasan, kata Ayat, karena ia tidak mau merepotkan saudaranya yang juga tinggal tidak jauh dari terminal. Sebulan pertama Ayat memilih menjadi pemulung bersama anak-anak di yayasan itu. Ia biasa memulung di sepanjang Jalan Margonda dari terminal sampai Bundaran UI. Biasanya pada malam hari. ”Karena siang saya sekolah,” kata Ayat.
Ia hanya satu bulan memulung. ”Hasilnya sehari sekitar Rp 30.000 bersama teman-teman untuk makan saja,” katanya.
Ayat langsung masuk sekolah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) program Paket C atau setara dengan SMA. Sambil belajar, Ayat juga membantu mengajar setingkat sekolah dasar atau program Paket A. Tahun 2007, Ayat lulus ujian Paket C dengan nilai 42 untuk enam mata pelajaran. Tapi tahun itu ia tidak bisa mendaftar ke perguruan tinggi karena salah satu sebab.
Untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, Ayat mengikuti bimbingan belajar di Yayasan Nurul Fikri. Biaya bimbingan belajar sebesar Rp 680.000.
Akhirnya keinginan Ayat bisa dilaksanakan tahun 2008. Ia mendaftar menjadi mahasiswa UI melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Ia mengambil Jurusan Psikologi sebagai pilihan utama dan Jurusan Sastra Jawa Fakultas Ilmu Budaya sebagai pilihan kedua. Namun ia diterima di FIB. (